قَالَ المُصَنِّف رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى.
Mushannif
berkata - semoga Allah memberi rahmat pada beliau - :
كِتَابُ أَحْكَامِ الطَّهَارَةِ
KOMPILASI KETENTUAN-KETENTUAN BERSUCI
وَالْكِتَابُ لُغَةً مَصْدَرٌ بِمَعْنَى الضَّمِّ وَالجَمْعِ. وَاصْطِلَاحاً اسْمٌ
لِجِنْسٍ مِنَ الأَحْكَامِ. أَمَّا الْبَابُ فَاسْمٌ لِنَوْعٍ مِمَّا دَخَلَ
تَحْتَ ذَلِكَ الْجِنْسِ.
Kitab
menurut bahasa adalah masdar yang memiliki arti mengumpulkan. Sedang menurut
istilah adalah nama bagi satu jenis dari beberapa hukum. Adapun “Bab” ialah
nama bagi satu macam dari sekian hukum yang masuk pada jenis tersebut.
CATATAN : __________________________________
Mashdar adalah sebuah kata yang
mengandung makna suatu perbuatan tanpa mengaitkan waktu.
وَالطَّهَارَةُ بِفَتْحِ الظَّاءِ لُغَةً النَّظَافَةُ. وَأَمَّا شَرْعاً
فَفِيْهَا تَفَاسِيْرُ كَثِيْرَةٌ. مِنْهَا قَوْلُهُمْ فِعْلُ مَا تُسْتَبَاحُ
بِهِ الصَّلَاة أَيْ مِنْ وُضُوْءٍ
وَغَسْلٍ وَتَيَمُّمٍ وَإِزَالَةِ نَجَاسَةٍ. أَمَّا الطُّهَارَةُ بِالضَّمِّ
فَاسْمٌ لِبَقِيَّةِ المَاءِ.
“Thoharoh” dengan harokat fathah pada huruf tho’ menurut bahasa
adalah bersih. Sedangkan menurut syara’,
maka didalamnya terdapat banyak penafsiran. Diantaranya adalah ungkapan ulama’
“Melakukan sesuatu yang dengannya sholat diperbolehkan” yaitu berupa
wudlu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis. Sedangkan “thuharoh” dengan
harokat dlomah (pada huruf tho’) adalah sebutan bagi sisa air.
وَلَمَّا كَانَ المَاءُ آلَةً لِلطَّهَارَةِ اسْتَطْرَدَ المُصَنِّفُ لِأَنْوَاعِ المِيَاهِ
فَقَالَ:
Karena
air itu menjadi media bersuci, maka Mushannif mengutarakan tentang macam-macam
air. Beliau berkata:
(المِيَاهُ الَّتِيْ يَجُوْزُ) أَيْ يَصِحُّ (التَّطْهِيْرُ بِهَا
سَبْعُ مِيَاهٍ مَاءُ السَّمَاءِ) أي النَّازِلُ مِنْهَا وَهُوَ المَطَرُ (وَمَاءُ
البَحْرِ) أيْ المِلْحِ (وَمَاءُ النَّهَرِ) أي الحُلْوِ (وَمَاءُ البِئْرِ وَمَاءُ
العَيْنِ وَمَاء الثَّلْجِ وَمَاء البَرَدِ) وَيَجْمَعُ هَذِهِ السَّبْعَةِ
قَوْلُكَ: مَا نَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ أَوْ نَبَعَ مِنَ الأَرْضِ عَلَى أَيِّ
صِفَةٍ كَانَ مِنْ أَصْلِ الخِلْقَةِ
Air-air
yang boleh, maksudnya sah digunakan bersuci dengannya ada tujuh macam air.
1.
Air langit maksudnya yang turun dari langit, yaitu hujan,
2.
Air laut maksudnya air asin
3.
Air sungai yaitu air tawar
4.
Air sumur,
5.
Air sumber air,
6.
Air tsalju dan
7.
Air es (dari langit).
Tujuh
macam air ini terkumpulkan oleh ungkapanmu “sesuatu yang turun dari langit
atau memancar dari bumi dengan berbagai macam kondisi dari bentuk asalnya”
CATATAN : __________________________________
Perbedaan antara air tsalji dan air
barad adalah tsalji itu turun dari langit dalam kondisi cair lantas membeku di
atas bumi karena cuaca yang sangat dingin. Sedangkan barad itu turun dari
langit dalam keadaan beku/keras kemudian mencair diatas bumi. Sebagian Ulama’
menyatakan bahwa sebenarnya keduanya turun dari langit dalam keadaan cair saat
ditengah-tengah perjalanan ke bumi keduanya mengeras. Yang membedakan keduanya
adalah saat berada diatas bumi, tsalji tetap dalam kondisi beku sedangkan barad
mencair. Keduanya dibedakan dari air hujan yang sebenarnya sama-sama turun dari
langit karena memandang sisi bekunya. Kondisi beku dan keras inilah yang
membedakan keduanya dari air hujan. Lihat Al-Baijuri, Al-Haramain, Juz 1 hal.
27.
(ثُمَّ المِيَاهُ) تَنْقَسِمُ (عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ)
أَحَدُهَا (طَاهِرٌ) فِيْ نَفْسِهِ (مُطَهِّرٌ) لِغَيْرِهِ (غَيْرُ مَكْرُوْهٍ
اسْتِعْمَالُهُ. وَهُوَ المَاءُ المُطْلَقُ) عَنْ قَيِّدٍ لَازِمٍ فَلَا يَضُرُّ
القَيِّدُ المُنْفَكُّ كَمَاءِ البِئْرِ فِي كَوْنِهِ مُطْلَقاً
Selanjutnya,
air terbagi atas 4 macam.
Yang
pertama: Air yang suci dzatnya menyucikan terhadap selainnya dan tidak makruh
digunakan. Yaitu Air yang terbebas dari identitas yang mengikat. Maka
keberadaan identitas yang tidak mengikat itu tidak membahayakan terhadap
kemutlakan air.
(وَ) الثَّانِي (طَاهِرٌ مُطَهِّرٌ مَكْرُوْهٌ اسْتِعْمَالُهُ) فِي
البَدَنِ لَا فِي الثَّوْبِ (وَهُوَ المَاءُ المُشَمَّسُ) أي المُسَخَّنُ
بِتَأْثِيْرِ الشَّمْسِ فِيْهِ. وَإِنَّمَا يُكْرَهُ شَرْعاً بِقَطْرٍ حَارٍ فِي
إِنَاءٍ مُنْطَبَعٍ إِلَّا إِنَاءَ النَّقْدَيْنِ لِصَفَاءِ
جَوْهَرِهِمَا. وَإِذَا بَرَدَ زَالَتْ الكَرَاهَةُ. وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ
عَدَمَ الْكَرَاهَةِ مُطْلَقاً. وَيُكْرَهُ أَيْضاً شَدِيْدُ السُّخُوْنَةِ
وَالبُرُوْدَةِ
Dan yang
kedua adalah air suci menyucikan namun makruh digunakan pada tubuh, tidak makruh pada
pakaian, yaitu air Musyammas. Ialah air yang dipanaskan dengan mengandalkan
pengaruh sengatan matahari padanya. Air tersebut secara syara’ dimakruhkan penggunaanya hanya di
daerah yang bercuaca panas dan air berada di wadah yang terbuat dari logam
selain wadah dari dua logam mulia /emas dan perak, sebab kejernihan elemen keduanya. Jika air
tersebut telah dingin maka hilanglah hukum makruh menggunakannya. Tetapi imam
An-Nawawi memilih pendapat yang menyatakan tidak makruh secara mutlak. (Selain
makuh menggunakan air musyammas) dimakruhkan juga menggunakan air yang sangat
panas dan sangat dingin.
CATATAN : __________________________________
Ø
Penggunaan air musyammas
sebagai media bersuci ini makruh jika masih ada wadah yang lain. Jika tidak ada
wadah lain maka hukumnya tidak makruh. Bahkan bisa menjadi wajib saat waktu
sholat hamper habis dan tidak menemukan yang lain. Al-Baijuri, Darul Kutub
Al-Ilmiyah, hal. 29
Syarat dimakruhkannya air musyammas
sebagai berikut:
1. Berada
di daerah bercuaca panas seperti Mekah dsb. Sehingga tidak makruh jika
digunakan dalam daerah yang bercuaca sedang seperti negara Mesir atau daerah
Jawa dan daerah dingin seperti Syiria dsb.
2. Sengatan
matahari merubah kondisi air sekira pada air muncul zat yang berasal dari karat
logam.
3. Air
berada pada wadah yang terbuat dari logam selain emas perak. Seperti wadah yang
terbuat dari logam besi, tembaga dsb.
4. Digunakan
saat suhu air sedang panas.
5. Digunakan
pada kulit badan. Meskipun pada badan orang yang terkena penyakit kusta, orang
mati dan hewan.
6. Dipanaskan
saat cuaca panas.
7. Masih
ada air selain musyammas yang dapat dipergunakan.
8. Waktu
sholat masih longgar sehingga masih ada waktu untuk mencari air yang lain.
9. Tidak
mendapat bahaya secara nyata atau dalam dugaan kuatnya. Jika meyakini atau
menduga akan muncul bahaya maka haram hukumnya.
Bila tidak memenuhi sembilan syarat
ini maka hukum menggunakannya tidak lagi makruh. Nihayat az-Zain, Darul Kutub
Al-Ilmiyah, hal. 17
Ø
Tidak makruhnya menggunakan
air musyammas dalam bejana yang terbuat dari logam mulia (emas dan perak) bukan
berarti boleh menggunakan bejana tersebut. Sebab penggunaan bejana itu hukumnya
haram dari sisi menggunakan emas perak. Sedangkanm tidak makruhnya menggunakan
air musyammas dalam bejana tersebut karena memandang sisi tidak membahayakannya
menggunakan air mesyammas tersebut. Sehingga hukum menggunakan air musyammas
dalam bejana itu hukumnya tidak makruh (halal) dipandang dari sisi menggunakan
air musyammas yang tidak berbahaya dan haram dari sisi menggunakan emas dan
perak. Lihat Al-Baijuri, Darul Kutub Al-Ilmiyah, hal. 29-30
(وَ) القِسْمُ الثَّالِثُ (طَاهِرٌ) فِي نَفْسِهِ (غَيْرُ مُطَهِّرٍ)
لِغَيْرِهِ (وَهُوَ المَاءُ المُسْتَعْمَلُ) فِي رَفْعِ حَدَثٍ أَوْ إِزَالَة نَجْسٍ
إِنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ وَلَمْ يَزِدْ وَزْنُهُ بَعْدَ انْفِصَالِهِ عَمَّا كَانَ
بَعْدَ اعْتِبَارِ مَا يَتَشَرَّبُهُ المَغْسُوْلُ مِنَ المَاءِ.
Dan
bagian yang ketiga adalah:
1.
Air suci dalam dzatnya tidak menyucikan terhadap
selainnya. Ialah air musta’mal / yang telah digunakan untuk menghilangkan
hadats atau najis. (Dihukumi musta’mal dengan syarat) air tidak berubah dan setelah terpisah (dari
benda yang dibasuh) volume air tidak bertambah dari semula dengan
mengira-ngirakan bagian air yang terserap oleh benda yang dibasuh.
(وَالمُتَغَيِّرُ) أَيْ وَمِنْ هَذَا القِسْمِ المَاءُ المُتَغَيِّرُ
أَحَدُ أَوْصَافِهِ (بِمَا) أَيْ بِشَيْءٍ (خَالَطَهُ مِنَ الطَّاهِرَاتِ)
تَغَيُّراً يَمْنَعُ إِطْلَاقَ اسْمِ المَاءِ عَلَيْهِ. فَإِنَّهُ طَاهِرٌ غَيْرُ
طَهُوْرٍ حِسِّيًّا كَانَ التَّغَيُّرُ أَوْ تَقْدِيْرِيًّا. كَأَنْ اخْتَلَطَ
بِالمَاءِ مَا يُوَافِقُهُ فِي صِفَاتِهِ كَمَاءِ الوَرْدِ المُنْقَطِعِ
الرَّائِحَةِ وَالمَاءِ المُسْتَعْمَلِ
2.
Air yang berubah. Maksudnya yang termasuk dalam bagian
ketiga ini adalah air yang berubah salah satu sifat-sifatnya disebabkan oleh
sesuatu; yaitu salah satu dari benda-benda suci yang bercampur dengan air,
dengan taraf perubahan yang dapat menghalangi sebutan nama air (murni) padanya*. Maka air yang seperti ini hukumnya adalah suci dalam dirinya
namun tidak menyucikan. Baik perubahan itu nampak oleh panca indra atau hanya
dalam perkiraan, seperti ketika air tercampur oleh benda yang sesuai (dengan
air) dalam sifat-sifatnya, misal air bunga mawar yang telah hilang baunya
(dicampur dengan air mutlak) dan seperti air musta’mal (dicampur dengan air
mutlak).
CATATAN : __________________________________
*Contoh air ditambahkan pemanis maka
tidak disebut lagi sebagai air tetapi dinamakan minuman, air ditambahkan
sayuran dan penyedap maka air tersebut tidak lagi dinamakan air tetapi
dinamakan kuah dsb.
فَإِنْ لَمْ يَمْنَعْ إِطْلَاقَ اسْمِ المَاءِ عَلَيْهِ بِأَنْ كَانَ
تَغَيُّرُهُ بِالطَّاهِرِ يَسِيْراً أَوْ بِمَا يُوَافِقِ المَاءَ فِي صِفَاتِهِ
وَقُدِّرَ مُخَالِفاً وَلَمْ يُغَيِّرْهُ فَلَا يَسْلُبُ
طَهُوْرِيَّتَهُ. فَهُوَ مُطَهِّرٌ لِغَيْرِهِ.
Sehingga
bila saja perubahan itu tidak mencegah penisbatan nama air mutlak padanya,
dengan sekira perubahan air yang disebabkan oleh benda suci itu hanya sedikit,
atau dengan sesuatu yang cocok terhadap air dalam sifatnya dan dianggap berbeda
dengan air namun tidak sampai membuatnya berubah (dari kemurnian air) maka
perubahan itu tidak menghilangkan sifat suci mensucikannya air. Sehingga air
(yang dijelaskan terakhir ini) masih dapat mensucikan terhadap selainnya.
وَاحْتَرَزَ بِقَوْلِهِ خَالَطَهُ عَنِ الطَّاهِرِ المُجَاوِرِ لَهُ.
فَإِنَّهُ بَاقٍ عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ. وَلَوْ كَانَ التَّغَيُّرُ كَثِيْراً
وَكَذَا المُتَغَيِّرُ بِمُخَالِطٍ. لَا يَسْتَغْنِي المَاءُ عَنْهُ كَطِيْنٍ
وَطُحْلَبٍ. وَمَا فِي مَقَرِّهِ وَمَمَرِّهِ. وَالمُتَغَيِّرُ بِطُوْلِ المُكْثِ
فَإِنَّهُ طَهُوْرٌ.
Mushannif
mengecualikan dengan ungkapannya “خَالَطَهُ” dari benda
yang suci yang hanya mukholith/ tidak larut pada air maka air tersebut masih
berada pada status suci mensucikan meskipun perubahan air sangat nampak. Begitu
pula (seperti air yang bersinggungan dengan benda suci yang dihukumi masih
mensucikan) air yang berubah sebab tercampur dengan benda yang larut namun air
tidak terlepas dari persinggungan dengannya. Seperti lumpur, lumut, benda-benda
yang berada di tempat berdiamnya air atau di tempat mengalirnya air, dan air
yang berubah disebabkan lamanya diam (tanpa gerak). Maka air-air ini (secara
hukum) adalah suci mensucikan.
(و) القِسْمُ الرَّابِعُ
(مَاءُ نَجْسٍ) أي مُتَنَجِّسٌ وَهُوَ قِسْمَانِ أَحَدُهُمَا قَلِيْلٌ (وَهُوَ
الَّذِيْ حَلَّتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ) تَغَيَّرَ أَمْ لَا (وَهُوَ) أَيْ وَالحَالُ
أَنَّهُ مَاءٌ (دُوْنَ القُلَّتَيْنِ)
Dan
bagian yang keempat adalah air najis, maksudnya mutanajis. Air ini ada dua
bagian:
Yang
pertama adalah yang volumenya sedikit; yaitu air yang didalamnya terdapat najis
baik air mengalami perubahan atau tidak dan air tersebut; maksudnya kondisi air
tersebut adalah air yang kurang dari dua qullah.
وَيُسْتَثْنَى مِنْ هَذَا القِسْمُ المَيْتَةُ الَّتِيْ لَا دَمَ لَهَا
سَائِلٌ عِنْدَ قَتْلِهَا أَوْ شَقِّ عُضْوٍ مِنْهَا كَالذُّبَابِ إِنْ لَمْ
تُطْرَحْ فِيْهِ وَلَمْ تُغَيِّرْهُ. وَكَذَا النَّجَاسَةُ الَّتِيْ لَا
يُدْرِكُهَا الطَّرْفُ. فَكُلٌّ مِنْهُمَا لَا يُنْجِسُ المَائِعَ وَيُسْتَثْنَى
أَيْضاً صُوَرٌ مَذْكُوْرَةٌ فِي المَبْسُوْطَاتِ.
Dari
bagian ini dikecualikan (air kemasukan)
bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang dapat mengalir saat dibunuh
atau dirobek bagian tubuhnya - seperti lalat- jika (masuknya bangkai tersebut
ke dalam air itu ) tidak (ada kesengajaan) memasukkannya. Begitu juga najis
yang tidak terlihat oleh mata. Maka kedua najis tersebut tidak menajiskan benda
cair. Juga dikecualikan beberapa kasus yang disebutkan dalam kitab-kitab besar.
وَأَشَارَ لِلْقِسْمِ الثَّانِي مِنَ القِسْمِ الرَّابِعِ بِقَوْلِهِ (أَوْ
كَانَ) كَثِيْراً (قُلَّتَيْنِ) فَأَكْثَرَ (فَتَغَيَّرَ) يَسِيْراً أَوْ
كَثِيْراً. (وَالْقُلَّتَانِ خَمْسُمِائَةِ
رِطْلٍ بَغْدَادِيٍّ تَقْرِيْباً فِي الأَصَحِّ) فِيْهِمَا وَالرِّطْلُ البَغْدَادِيُّ
عِنْدَ النَّوَوِيِّ مِائْةٌ وَثَمَانِيَةٌ وَعِشْرُوْنَ دِرْهَماً وَأَرْبَعَةُ
أَسْبَاعِ دِرْهَمٍ.
Mushannif
memberikan isyarat pada macam yang kedua dari bagian keempat ini dengan
ungkapannya “Atau airnya banyak, berupa dua qullah” atau lebih “kemudian
terjadi perubahan” baik perubahan yang sedikit atau banyak.
Dua
qullah adalah takaran 500 Rithl Baghdad dengan mengira-ngirakannya
menurut pendapat Ashah (pendapat yang lebih shohih/benar dibanding
pendapat yang lain) dalam dua kriteria tersebut; (yakni takaran 500 rithl dan
dengan mengira-ngirakannya). Rithl Baghdad menurut An-Nawawy adalah 128 4/7
dirham.
CATATAN : __________________________________
Ø
Ukuran air dua qullah
menurut
ü
Imam Nawawi = 174,580 lt /
kubus berukuran kurang lebih 55,9 cm.
ü
Imam Rofi’i = 176,245 lt /
kubus berukuran jurang lebih 56,1 cm.
ü
Ulama’ Iraq = 255,325 lt /
kubus berukuran kurang lebih 63,4 cm.
ü
Mayoritas Ulama = 216,000
lt / kubus berukuran kurang lebih 60 cm.
Ø Kriteria yang menjadi pertimbangan dalam menyatakan air mencapai
2 qullah ada dua, volume dan ketepatan volume. Qoul Ashah dalam masalah volume,
dua qullah adalah 500 rithl. Sedangkan menurut pendapat yang lain adalah 600
rithl dan ada yang menyatakan 1.000 rithl. Untuk kriteria ketepatan volume Qoul
Ashahnya adalah taqribi (dengan kira-kira/tidak harus tepat), sehingga bila
saja kurang satu atau dua qullah maka masih termasuk 2 qullah. Dan menurut
pendapat lain volume harus tepat (tahdid), sehingga kurang sedikit saja
sudah tidak dianggap 2 qullah. Lihat Al-Baijuri, Darul Kutub Al-Ilmiyah, juz 1
hal. 78-79
وَتَرَكَ المُصَنِّفُ قِسْماً خَامِساً وَهُوَ المَاءُ المُطَهِّرُ الحَرَامُ
كَالوُضُوْءِ بِمَاءٍ مَغْصُوْبٍ أَوْ مُسَبَّلٍ لِلشُّرْبِ
Mushannif meninggalkan
penjelasan bagian yang kelima yaitu air yang menyucikan namun haram
menggunakannya. Seperti wudlu menggunakan air ghosob atau menggunakaan air yang
disediakan untuk minum.